Haii, tau kisah Nabi Luth yang menghadapi kaumnya yang penuh maksiat di kota Sodom sampai akhirnya Allah memusnahkan kota tersebut dengan bencana? Di Kota Sodom itu masyarakatnya bebas melakukan maksiat tanpa batasan sampai melakukan penyimpangan seksual dimana hampir seluruh kaum laki-lakinya hanya tertarik kepada sesamanya dan begitu juga kaum wanitanya. Kedua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di dalam masyarakat sehingga hal tersebut merupakan suatu kebudayaan bagi kaum Sodom.
Kelakuan para masyarakat Sodom ini diabadikan di dalam
Al-Qur’an:
“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan
kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu
adalah orang-orang yang melampaui batas“.
[QS. Ash-Shu`arā’ ayat 165-166]”
Berkali-kali nabi Luth menyerukan kepada mereka untuk
meninggalkan kebudayaan menyimpang mereka, namun karena sudah terlanjur hancur
moral masyarakat disana merekapun tidak mau mendengar perkataan nabi Luth.
Hanya sebagian kecil saja yang mau mengikuti ajaran nabi Luth.
Tapi tahukah kalian Tuhan pernah melakukan hal yang sama
pada Kota lain dengan kasus maksiat yang sama? jamannya gak terlalu jauh dengan
jaman kita lo, yap, kota Pompeii di Italia lah yang saya maksud!
Bayangkan tinggal di kota terkaya di zaman kuno. Sumber daya
yang berlimpah dan kehidupan yang sangat megah. Setiap kemudahan dan kemewahan
mengelilingi Anda, kenyamanan ada di mana-mana, dan tidak seperti di kota-kota
lain selama zaman ini. Begitulah hidup bagi mereka yang tinggal di
Pompeii, Italia pada akhir 70 Masehi. Bahkan ada pornografi kuno serta hiburan
berupa rumah bordil yang menyediakan setiap jenis selera seksual, seperti yang
dikutip dari Alam Mengembang jadi Guru.
Mereka yang bangun, dan memulai hari mereka, kemudian duduk
untuk makan siang pada tanggal 24 Agustus, 79 AD tidak tahu bahwa Gunung
Vesuvius akan memulai suatu tirani letusan gunung berapi yang tidak akan
berhenti selama 24 jam. Letusan ini tidak menyisakan seorangpun dari mereka
yang tinggal di Pompeii, dan juga tidak menyisakan mereka yang tinggal di
kota-kota kecil terdekat seperti Herculaneum dan Oplontis. Aliran lava dan awan
Pyroklastik yang sangat panas berlari menuruni gunung dengan kecepatan 100 mph,
mengubur semua orang di jalan-jalan dan rumah mereka, bahkan sebelum mereka
bisa bereaksi, apalagi melarikan diri.
Malapetaka itu terjadi dalam waktu yang sangat mendadak
sehingga menimpa segala sesuatu yang ada di kota termasuk segala aktifitas
sehari-hari yang tengah berlangsung. Aktifitas yang dilakukan penduduk dan
segala peninggalan yang ada ketika bencana terjadi kini masih tertinggal persis
sama seperti ketika bencana tersebut terjadi dua ribu tahun yang lalu,
seolah-olah waktu tidak bergeser dari tempatnya.
.
Dijuluki
Kota ‘Maksiat’
Hampir dua millenium raib, Pompeii secara tak sengaja
ditemukan pada 1748. Kala itu, sejumlah arkeolog mencari keberadaan artefak
berharga dan harta karun di wilayah Campania, sebelah tenggara kota Napoli,
Italia.
Ketika itulah misteri hilangnya kota Pompeii selama ribuan
tahun akhirnya terbongkar. Bahkan lebih mengejutkan adalah artefak yang
ditemukan tidak hanya berupa tembikar dan barang kuno, tetapi juga puluhan
jasad dalam kondisi mengejutkan.
Ajaib! Jasad-jasad ditemukan dalam kondisi utuh nyaris tanpa
kerusakan. Kita bahkan bisa menyaksikan mimik wajah warga Pompeii yang
ketakutan saat menghadapi maut. Mayat-mayat dengan segala pose itu mengeras,
membatu dan diawetkan oleh abu.
Dari penemuan ini terungkap karakteristik penduduk kota yang
kaya raya pada waktu itu. Kota itu ternyata mengumbar perzinaan. Bahkan bisa
diyakini telah menjadi surga bagi kaum homoseksual. Pompeii penuhi dengan
lokasi perzinahan atau prostitusi yang menyebar di segala penjuru kota. Bahkan
saking banyaknya hingga susah membedakan tempat pelacuran umum dan kawasan
rumah biasa.
Diyakini, penduduk sering menggelar perzinaan di
rumah-rumah, di jalan-jalan, bahkan hampir setiap rumah menjadi tempat
pelacuran. Banyak ditemukan mayat–mayat bergelimpangan yang sedang melakukan
maksiat, ada juga yang melakukannya dengan sejenis.Na’udzubiLLahi min dzalik.
Penduduk Pompeii pada saat itu dikatakan mengamalkan
kepercayaan ‘Mithra’ yang menyakini bahwa alat kelamin serta persetubuhan tidak
seharusnya dilakukan secara sembunyi tetapi harus dilakukan di tempat terbuka.
Tak heran jika Pompeii dijuluki ‘kota maksiat’.
Menurut ilmuwan dilansir Live Science, sebelum kota ini
hancur terkubur, penduduk di waktu itu tidak menggubris tanda-tanda akan
terjadinya letusan dashyat Gunung Vesuvius. Mereka tidak ambil pusing dengan
gempa kecil dan besar yang mengeringkan sumur dan sumber mata air sebelumnya.
Sementara anjing-anjing menggonggong sedih atas diamnya burung-burung.
Wajah wajah Ketakutan, putus asa dan apa pun yang mereka
lakukan pada saat itu secara sempurna diawetkan dalam abu dan lava yang
mengeras. Hal ini menguntungkan para arkeolog karena mereka dapat melihat
hampir secara sempurna pula sejarah budaya kuno ini – jendela ke dalam
kehidupan orang-orang yang hidup pada waktu itu.
Perhatikan bagaimana tubuh tubuh abu mereka menggambarkan usaha mereka yang berupaya mati-matian untuk menutup mulut mereka, melindungi anak-anak mereka yang belum lahir, atau mencoba untuk menjaga diri dari serangan puing-puing dan batuan vulkanik.
Perhatikan bagaimana tubuh tubuh abu mereka menggambarkan usaha mereka yang berupaya mati-matian untuk menutup mulut mereka, melindungi anak-anak mereka yang belum lahir, atau mencoba untuk menjaga diri dari serangan puing-puing dan batuan vulkanik.
Para Dokter diketahui dari alat bedah yang mereka genggam,
“dominas”, atau wanita kaya, terlihat pada perhiasan mahal dan pusaka yang
mereka pakai, sedangkan budak ditemukan dengan cincin besi di sekitar
pergelangan kaki mereka. Item seperti ini memberi wawasan berharga bagi
arkeolog untuk menentukan milik siapakah tubuh tubuh yang pernah hidup
tersebut, dan sebagai apakah mereka ketika masih hidup.
Kota Pompei adalah kawasan elit bagi orang orang Romawi yang
kaya dan cukup beruntung sehingga mampu membeli kehidupan pantai yang mewah.
Namun, dalam beberapa jam, kota yang indah ini terkubur di bawah massa abu
vulkanik massa dan batuan.
Pompeii memiliki kanal kanal air yang tak pernah terdengar
dalam periode sejarah masa itu, yang menyalurkan air ke 25 air mancur kota.
Kota ini juga memiliki amfiteater, dan setidaknya empat pemandian umum, banyak
perumahan perumahan pribadi yang mewah, dan berbagai bisnis yang melayani
selera selera aneh dari orang orang kaya yang tinggal di sana.
Banyak Jalan-jalan di kota Pompeii mirip dengan jalan jalan
di banyak kota besar yang ada saat ini. ada jalan, jalan raya dan lalu lintas
ramai dari orang orang yang datang dan pergi sepanjang waktu. Sedangkan
Kehidupan malam di kota pompei tidak ada tandingannya.
Orang-orang dari Pompeii tampaknya telah menyembah dewa
falus. Banyak benda di Pompeii memiliki beberapa simbolisme erotis atau karya
seni yang ditujukan padanya. Berikut tanda di luar sebuah toko roti Pompeii.
Tanda toko roti di atas berbunyi “Felicitas habitat HIC”,
yang berarti “Di sini kehidupan kebahagiaan” atau “Ini kehidupan
keberuntungan”. Nasib baik diyakini berada di mana saja dewa phallic disembah
dan digambarkan.
Di Pompei, pekerja seks di rumah-rumah pelacuran dibuat tiga
kali lebih banyak dari jumlah rata-rata pekerja di kota itu. Sehingga tindakan
jual beli seksual sangat murah bagi siapa saja di kota ini – berbeda dengan
semua kota-kota Eropa lainnya saat itu. Prasasti di atas rumah-rumah bordil,
yang cukup besar dan lapang, terlalu mencolok sehingga Anak-anak tidak
terlindungi dari pornografi dan patung patung porno sang dewa phalluses.
Setidaknya 20.000 orang menghuni Pompeii. Titik tertinggi
pertumbuhan ekonomi, aktivitas dan populasi diwujudkan pada saat bencana itu
terjadi. Dekat tepi kota, banyak orang tinggal di vila-vila atau kelompok kecil
dari rumah perahu (seperti komunitas palatial gated) mirip dengan yang di
Venesia.
Mereka yang tinggal di Pompeii diperkirakan tidak mengetahui tanda tanda akan terjadinya letusan gunung dan aktivitas vulkanis lainnya. Rumah-rumah penduduk tampaknya terganggu dengan gangguan gangguan Alam ini. Inilah sebabnya mayoritas orang tidak melarikan diri atau mencari perlindungan. Mereka pikir, hari itu akan menjadi hari seperti hari-hari lainnya.
Mereka yang tinggal di Pompeii diperkirakan tidak mengetahui tanda tanda akan terjadinya letusan gunung dan aktivitas vulkanis lainnya. Rumah-rumah penduduk tampaknya terganggu dengan gangguan gangguan Alam ini. Inilah sebabnya mayoritas orang tidak melarikan diri atau mencari perlindungan. Mereka pikir, hari itu akan menjadi hari seperti hari-hari lainnya.
Diketahui bahwa pada tahun 62 M, sebuah gempa bumi yang
cukup besar hampir meratakan seluruh kota ini dengan tanah. Namun, sebagian
kota ini dibangun kembali. Bayangkan betapa besar nya kota ini sebelum
terjadinya gempa bumi tersebut! Salah satu konsern utama mereka yang
tinggal di kota itu adalah melestarikan kesayangan mereka (dan terkenal!) yaitu
Seni. Para ilmuwan mampu memulihkan banyak potongan-potongan yang telah
dikembalikan setelah gempa atau berasal dari periode waktu sebelum letusan mematikan. Rekonstruksi
kota ini setelah gempa besar terhambat oleh gempa bumi gempa bumi kecil yang
datang lebih banyak dan lebih sering. Saat ini, kita akan memahami ini sebagai
pertanda untuk letusan gunung berapi yang mengerikan. Mereka tidak menyadari
hal ini pada waktu itu.
Ironisnya, letusan terjadi setelah perayaan festival dewa
api, Vulcanalia. Para ilmuwan percaya bahwa penyebab utama kematian bagi mereka
di Pompeii dan daerah sekitarnya adalah panas dan sesak napas akibat abu.
Diperkirakan suhu di sepanjang,setidaknya 10 kilometer di sekitar Gunung
Vesuvius adalah 250 ° C. Bahkan meskipun orang berada di rumah mereka atau di
sebuah bangunan, tidak akan pernah ada cara bagi mereka bisa selamat dari panas
yang luar biasa tinggi. Lebih buruk lagi, orang-orang banyak yang terkubur di
bawah dua belas lapisan tanah, hingga 82 kaki tebalnya, dan setelah itu diguyur
hujan hujan deras untuk setidaknya enam jam.
Lava gunung Vesuvius menghapuskan keseluruhan kota tersebut
dari peta bumi dalam waktu relatif singkat. Yang paling menarik dari peristiwa
ini adalah tak seorang pun mampu meloloskan diri dari keganasan letusan
Vesuvius. Hampir bisa dipastikan bahwa para penduduk yang ada di kota tersebut
tidak mengetahui terjadinya bencana yang sangat singkat tersebut. Jasad dari
satu keluarga yang sedang asyik menyantap makanan terawetkan pada detik
tersebut. Banyak sekali pasangan-pasangan yang tubuhnya terawetkan berada pada
posisi sedang melakukan persetubuhan. Yang paling mengagetkan adalah terdapat
sejumlah pasangan yang berkelamin sama, dengan kata lain mereka melakukan
hubungan seks sesama jenis (homoseks). ada pula pasangan-pasangan pria dan
wanita yang masih ABG. Hasil penggalian fosil juga menemukan sejumlah mayat
yang terawetkan dengan raut muka yang masih utuh. Secara umum, raut-raut muka
mereka menunjukkan ekspresi keterkejutan, seolah bencana yang terjadi datang
secara tiba-tiba dalam sekejab.
Penggalian Pompeii sekitar pergantian abad ke-20 menemukan
banyak gambar erotis dan gambar penis dengan ukuran oversize dimana mana,
bahkan pada item rumah tangga. Penemuan ini sangat mengganggu bagi mereka yang
menemukan barang-barang ini dan temuan ini ada yang dihancurkan, dikubur
kembali atau terkunci di Museum Nasional Naples, Italia selama lebih dari 100
tahun. “Seni” barang barang ini dipertontonkan kepada publik setelah tahun
2000, dan tidak ada anak di bawah umur diizinkan untuk melihat item ini.
Jelaslah bahwa Pompeii adalah Sodom dan Gomora jilid dua,
dan Pemusnahan Pompeii dari muka bumi oleh bencana yang demikian dahsyat ini
tentunya bukan tanpa maksud. Kalau kota Sodom benar benar dihancurkan oleh
Tuhan, kota pompei “diawetkan” oleh Tuhan agar kita bisa melihat, bagaimana
kesudahan orang orang yang meyimpang dalam perilaku seks nya.
Hampir Mirip Azab
Kaum Nabi Luth
Penghancuran Pompeii mirip dengan azab yang dialami kaum
Nabi Luth AS yaitu penduduk Sodom atau Sadum yang dikisahkan dalam Alquran.
Dituturkan dalam Alquran, penduduk Sodom melakukan berbagai kejahatan yang
tidak biasa dilakukan oleh penjahat manapun.
Selain merampok dan berkhianat kepada sesama teman serta
berwasiat dalam kemungkaran, penduduk Sodom melakukan maksiat yang belum pernah
ada di muka bumi sebelumnya. Mereka melakukan perbuatan homoseks di kalangan
lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya.
Kedua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di dalam
masyarakat sehingga merupakan suatu kebudayaan bagi penduduk Sodom.
“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada
kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu sedang kamu melihat(nya).
Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan mendatangi
wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak dapat mengetahui (akibat
perbuatanmu).” (QS. an-Naml: 54-55).
Atas kemaksiatan yang melampaui batas itu, Allah menurunkan
azab dengan gempa bumi, hujan batu panas dan petir yang memekakkan telinga.
Bertebaran mayat-mayat yang dilaknat oleh Allah di kota Sodom.
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum
Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan
batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh
Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang- orang yang lalim.”
(QS. Hud: 82-83).
Meski telah lenyap berabad-abad yang lalu, jejak Kota Sodom
ternyata masih dapat ditelusuri. Penelitian arkeologis mendapati, Kota Sodom
terletak di tepi Laut Mati (dahulunya merupakan Danau Luth). Kota ini memanjang
di antara perbatasan Israel-Yordania.
Temuan arkeolog ini diperkuat penelitian seorang geolog asal
Inggris bernama Graham Harris. Graham dan timnya menemukan Sodom dibangun di
pesisir Laut Mati dan penduduknya berdagang aspal yang tersedia di wilayah
tersebut. Daerah pemukiman warga Sodom berupa dataran yang mudah diguncang
gempa.
Di samping mendapati fakta Kota Sodom adalah zona gempa
bumi, selama penggalian tim geolog menemukan banyak lapisan lahar dan batu
basal bukti pernah terjadinya letusan gunung berapi dan gempa bumi maha dahsyat
di pesisir Laut Mati.
Hancurnya Pompeii dan Sodom menjadi bukti kebesaran Allah
yang kelak menurunkan azab ke umatnya yang tidak beriman. Seperti yang tertuang
dalam surat Al-A’raf ayat 96:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi jika mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya.”
Gunung Vesuvius adalah simbol negara Italia, khususnya kota
Naples. Gunung yang telah membisu sejak dua ribu tahun yang lalu itu juga
dinamai “The Mountain of Warning” (Gunung Peringatan). Tentunya pemberian nama
ini bukanlah tanpa sebab. Adzab yang menimpa penduduk Sodom dan Gommorah, yakni
kaum Nabi Luth as, sangatlah mirip dengan bencana yang menghancurkan kota
Pompeii.
Di sebelah kanan gunung Vesuvius terletak kota Naples,
sedangkan kota Pompeii berada di sebelah timur gunung tersebut. Lava dan debu
dari letusan maha dasyat gunung tersebut yang terjadi dua milenia yang lalu
membumihanguskan penduduk kota. Malapetaka itu terjadi dalam waktu yang sangat
mendadak sehingga menimpa segala sesuatu yang ada di kota termasuk segala
aktifitas sehari-hari yang tengah berlangsung. Aktifitas yang dilakukan
penduduk dan segala peninggalan yang ada ketika bencana terjadi kini masih
tertinggal persis sama seperti ketika bencana tersebut terjadi dua ribu tahun
yang lalu, seolah-olah waktu tidak bergeser dari tempatnya.
Pemusnahan Pompeii dari muka bumi oleh bencana yang demikian
dasyat ini tentunya bukan tanpa maksud. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kota
tersebut ternyata merupakan pusat kemaksiatan dan kemungkaran. Kota tersebut
dipenuhi oleh meningkatnya jumlah lokasi perzinahan atau prostitusi. Saking banyaknya
hingga jumlah rumah-rumah pelacuran tidak diketahui. Organ-organ kemaluan pria
dengan ukurannya yang asli digantung di pintu tempat-tempat pelacuran tersebut.
Menurut tradisi ini, yang berakar pada kepercayaan Mithraic, organ-organ
seksual dan hubungan seksual sepatutnya tidaklah tabu dan dilakukan di tempat
tersembunyi; akan tetapi hendaknya dipertontonkan secara terbuka.
Lava gunung Vesuvius menghapuskan keseluruhan kota tersebut
dari peta bumi dalam waktu sekejap. Yang paling menarik dari peristiwa ini
adalah tak seorang pun mampu meloloskan diri dari keganasan letusan Vesuvius.
Hampir bisa dipastikan bahwa para penduduk yang ada di kota tersebut tidak
mengetahui terjadinya bencana yang sangat sekejap tersebut, wajah mereka
terlihat berseri-seri. Jasad dari satu keluarga yang sedang asyik menyantap
makanan terawetkan pada detik tersebut. Banyak sekali pasangan-pasangan yang
tubuhnya terawetkan berada pada posisi sedang melakukan persetubuhan. Yang
paling mengagetkan adalah terdapat sejumlah pasangan yang berkelamin sama,
dengan kata lain mereka melakukan hubungan seks sesama jenis (homoseks). Ada
pula pasangan-pasangan pria dan wanita yang masih ABG. Hasil penggalian fosil
juga menemukan sejumlah mayat yang terawetkan dengan raut muka yang masih utuh.
Secara umum, raut-raut muka mereka menunjukkan ekspresi keterkejutan, seolah
bencana yang terjadi datang secara tiba-tiba dalam sekejab.
Dalam konteks ini, terdapat aspek dari bencana tersebut yang
sangat sulit untuk dimengerti. Bagaimana bisa terjadi ribuan manusia tertimpa
maut tanpa melihat dan mendengar sesuatu apapun?
Aspek ini menunjukkan bahwa penghancuran Pompeii mirip
dengan peristiwa-peristiwa adzab yang dikisahkan dalam Alqur’an, sebab Alqur’an
secara khusus mengisyaratkan “pemusnahan secara tiba-tiba” ketika mengisahkan
peristiwa yang demikian ini. Misalnya, “penduduk suatu negeri” sebagaimana
disebut dalam surat Yaasiin ayat 13 musnah bersama-sama secara keseluruhan
dalam waktu sekejap. Keadaan ini diceritakan sebagaimana berikut:
“Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja;
maka tiba-tiba mereka semuanya mati.” (QS. Yaasiin, 36:29)
Di surat Al-Qamar ayat 31, pemusnahan dalam waktu yang singkat kembali disebut ketika kehancuran kaum Tsamud dikisahkan:
“Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang
keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang
dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang.”
Kematian masal penduduk kota Pompeii terjadi dalam waktu
yang sangat singkat persis sebagaimana adzab yang dikisahkan dalam kedua ayat
di atas.Kendatipun semua peringatan ini, tidak banyak yang berubah di wilayah
di mana Pompeii dulunya pernah ada. Distrik-distrik Naples tempat segala
kemaksiatan tersebar luas tidaklah jauh berbeda dengan distrik-distrik bejat di
Pompeii. Pulau Capri adalah tempat di mana para kaum homoseksual dan nudis
(orang-orang yang hidup telanjang tanpa busana) tinggal. Pulau Capri diiklankan
sebagai “surga kaum homoseks” di industri wisata. Tidak hanya di pulau Capri
dan di Italia, bahkan hampir di seantero dunia, kerusakan moral tengah terjadi
dan sayangnya mereka tetap saja tidak mau mengambil pelajaran dari pengalaman
pahit yang dialami kaum-kaum terdahulu.
Apa yang dialami kaum Luth di Kota Sodom dan Gomora dan juga
Kota Pompeii harusnya sudah cukup jadi peringatan bagi kita, manusia fana di
akhir jaman ini .
Foto - foto mengenai Kota Pompeii
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar